Senin, 03 Mei 2010

kisah perpustakaan alexandria yg di tutup karana perang



Sobat, semua tentu tahu,kejayaan sebuah bangsa tak hanya diukur dari kemegahan bangunannya. Ada faktor yang lebih penting dari itu, yakni perpustakaannya. Sebab, bangsa yang tidak mengenal perpustakaan bisa dipastikan sebagai bangsa yang bodoh dan sulit berkembang. Karena itulah, bangsa-bangsa besar selalu memiliki perpustakaan, tempat berkumpulnya orang-orang berilmu. Insting kali ini akan mengajakmumelihat salah satu perpustakaan paling terkenal, terlengkap dan terbesar di masa silam. Perpustakaan Alexandria, di Mesir.

Keberadaan perpustakaan besar ini diketahui pertama kali dari inskripsi yang ditulis Tiberius Claudius Balbilus dari Roma (56 SM). Ia menyebutkan sebuah perpustakaan yang sangat besar telah dibangun di Alexandria. Perpustakaan kerajaan itu diperkirakan dibangun pada awal abad ke-3 SM oleh Ptolemy II (ada juga yang menyebut dibangun tahun 283SM oleh Ptolomeus I Soter). Perpustakaan ini dibangun untuk menarik orang-orang bijak dari berbagai belahan dunia agar datang ke Mesir. Sang raja konon sangat ingin membawa Mesir menuju peradaban yang tinggi. Untuk itu ia memerintahkan agar menyalin seluruh buku di dunia untuk menjadi koleksi perpustakaan ini, agar seluruh masyarakat bisa belajar berbagai pengetahuan dan hikmah.
Pada masa itu, pelabuhan Alexandria sangat ramai dikunjungi berbagai kapal. Umumnya awak-awak kapal itu selalu membawa buku untuk menemani perjalanan. Ketika kapal berlabuh, para pemuka kota mengunjungi awak kapal, meminjam buku mereka dan menyalin isinya. Salinan ini ditulis di atas gulungan kertas papirus, lalu diletakkan di perpustakaan. Sebelum menjadi koleksi umumnya salinan ini diperiksa lebih dulu oleh para editor perpustakaan. Beberapa editor terkenal adalah Zenodotus dari Ephesus (akhir abad 3 SM), Aristophanes dari Byzantium (awal abad 2 SM), Aristarchus dari Samothrace (pertengahan abad 2 SM), dan Didymus Chalcenterus (abad 1 SM), ahli tata bahasa.
Bila dilihat dari asal daerah para editor ini bisa kita simpulkan bahwa perpustakaan Alexandria memiliki reputasi sangat tinggi karena mampu menarik banyak orang pandai dari berbagai belahan dunia. Terbukti banyak orang non Mesir yang bersedia menjadi editor alias kepala perpustakaan. Hal ini dimungkinkan karena penguasa memang memosisikan Alexandria sebagai kota intelektual. Di sini banyak diselenggarakan berbagai pertemuan intelektual, tempat orang-orang bertukar pikiran mengenai sejarah, filsafat, sastra, ilmu eksakta, dll.

Koleksi Lengkap
Perpustakaan ini memiliki 700.000 koleksi buku. Semua buku ini disusun menurut temanya. Beberapa koleksinya yang berharga adalah: Homer, Hesiod, Sappho, Apollonius, Theocritus, dan Aratos, untuk kategori syair. Sophocles, Euripides, dan Aristophanes untuk kategori drama. Buku-buku filsafat Plato, Aristoteles, Philon. Buku-buku Hecataeus, Herodotus, Hecataeus dari Abdera untuk kategori sejarah. Juga ada buku-buku fisika seperti bukunya Archimedes, Hipparchus dan Hypatia. Buku-buku kedokteran juga ada, di antaranya Medicine Corpus of Hippocrates, dan Herophilus (anatomi). Disebutkan, satu-satunya salinan Undang-undang Roma Purba yang ditulis 700 tahun sebelum kelahiran Isa, juga dikoleksi di sini.
Selain mengoleksi buku-buku, perpustakaan ini juga berkerja keras untuk membuat sejarah Mesir lengkap. Bahkan usaha ini melibatkan banyak sejarahwan dari berbagai negara. Diodorus, sejarahwan terkenal masa silam merekam usaha itu dalam laporannya yang berbunyi, "Bukan hanya pemuka Mesir saja yang bekerja keras menyusun sejarah Mesir, tapi juga orang-orang Yunani yang berasal dari tempat-tempat jauh seperti Thebes. Di bawah pengarahan Ptolemy dari Lagos mereka bekerja sangat cermat."
Diketahui beberapa di antara sejarahwan Yunani yang dimaksud itu adalah Manethon dan Hecataeus dari Abdera.

Hilangnya Harta Berharga

Sungguh disayangkan, kemegahan perpustakaan besar ini berkali-kali dihantam nasib buruk. Diketahui ada tiga kejadian yang merusak perpustakaan ini. Pertama, menurut dokumen berjudul Kronik Perang Alexandria karya Titus Livius, kaisar Roma, Julius Caesar memerintahkan untuk membakar gedung itu dalam perang melawan Ptolomeus. Kebakaran itu memusnahkan sebagian naskah berharga. Saat kebakaran, hampir seluruh warga kota turun tangan memadamkan api (cinta sekali ya mereka dengan perpustakaannya)
Kedua, penyerangan yang dilakukan oleh bangsa Aurelian sekitar abad 3 SM. Ketiga, kerusuhan yang terjadi akibat jatuhnya Theophilus. Pada 300 M, perpustakaan ini akhirnya berhenti berdenyut. Tak ada lagi perpustakaan yang sebanding dengannya hingga tongkat ilmu pengetahuan beralih ke tangan muslim pada abad ke-7 M. Kaum muslim kemudian membangun perpustakaan besar pula, bernama Dar al 'ilm

Reinkarnasi di zaman Modern

Karena reputasinya yang luar biasa di masa lalu, pemerintah Mesir kemudian membangun kembali perpustakaan Alexandria. Pembangunan ini memakan biaya 230 juta dolar Amerika. Dananya diperoleh secara patungan. Diantara donatur adalah Arab Saudi yang menyumbang 65 juta dolar, dan Norwegia 3,44 juta dolar (dalam bentuk mebel).
Perpustakan baru ini dibangun di dekat lokasi perpustakaan lama, kota Alexandria. Diresmikan oleh Presiden Mesir Husni Mubarak tahun 2002. Perpustakaan besar ini mampu menampung delapan juta buku. Direktur Perpustakaan Alexandria Ismail Serageldin, pada peresmian perpustakan bertekad akan mengembangkan perpustakaan ini sebagai pusat belajar untuk sains dan teknologi, ilmu humaniora, seni dan kebudayaan serta pembangunan.

Erasthostenes
Si Buta Dari Gua Ilmu

Editor alias Kepala Perpustakaan Alexandria merupakan jabatan sangat bergengsi di masa dulu. Tak sembarang orang bisa menduduki jabatan ini. Fit and proper tesnya sangat ketat. Karena itulah, meski perpustakaan ini ada di Mesir, namun kepala perpustakaannya tak mesti orang Mesir pula. Orang non Mesir boleh menduduki jabatan ini asal lolos seleksi. Pmailis, salah satu editor terkenal itu adalah Erasthostenes (270-190 SM). Ia merupakan filosof, ahli matematika dan astronom dari Yunani. Hidup di zaman Kaisar Ptolemeus III, 236 SM. Ia dikenal sebagai orang yang suka belajar. Selama menjabat sebagai kepala perpustakaan, ia berhasil mengembangkan metode mencari bilangan prima dan metode pengukuran keliling bumi. Ia banyak mengamati berbagai kejadian sederhana di bumi, berdasarkan pengamatannya ia tahu bumi itu bulat. Beberapa bentuk pengamatannya adalah: setiap tanggal 21 Juni, semua dasar sumur di Shina (Aswan) pinggiran sungai Nil terkena cahaya matahari, artinya matahari benar-benar tegak lurus. Pada tanggal yang sama di Alexandria, ia melihat tugu-tugu membentuk bayangan karena sinar matahari. Dari kejadian tersebut Erathostenes percaya bumi berbentuk bulat dan beranggapan kota Alexandria dan dan Shina berada pada meridian yang sama. Lelaki cerdas yang lahir di Syrene pada 275 SM ini merupakan murid yang banyak mencuri perhatian guru selama belajar di Alexandria dan Athena, Yunani. Meskipun ia dilanda kebutaan sekitar tahun 195 SM, ia tetap gigih mempelajari ilmu dan menyebarkannya pada khalayak luas. Ia menghembuskan napas terakhir tahun 194 SM.(mutoha.blogspot/maya

Perpustakaan Alexandria Baru
Cinta Lama Yang Bersemi Lagi

Pembangunan kembali Perpustakaan Alexandria yang runtuh ibarat pepatah 'cinta lama bersemi kembali.' Banyak pihak yang bersuka cita menyambut rencana pemerintah Mesir membangun kembali kejayaan perpustakaan megah itu. Bahkan Suzanne Mubarak, istri Presiden Husni Mubarak sampai melakukan presentasi di Museum British London untuk meminta bantuan. Usahanya itu mendapat sambutan hangat. Banyak pihak mengulurkan bantuannya. Donatur datang dari Arab Saudi yang menyumbang 65 juta dolar hingga Norwegia 3,44 juta dolar (dalam bentuk mebel).
Perpustakaan berbiaya 230 juta dolar Amerika itu berbentuk unik. Bangunannya menyerupai silinder, dengan banyak jendela. Dinding bagian Selatan dihias potongan batu granit. Permukaan bebatuan yang tidak rata, ditulisi simbol huruf seluruh dunia. karena letaknya di tepi laut Mediterania, bila malam tiba, kesan dramatis muncul dari permukaan air yang memantulkan cahaya lampu jalan yang berwarna keemasan. Konon, bangunan yang dirancang oleh kantor arsitek Snohetta, Norwegia ini mendekati bentuk aslinya.
Ruang utama perpustakaan sangat luas. Berbentuk setengah lingkaran dengan diameter 160 m, mampu menampung hingga 2.500 orang (aslinya, Perpustakaan Alexandria lama bisa menampung hingga 5.000 orang).Gedung ini memiliki tujuh lantai, 37 m di atas tanah dan 15,8 m di bawah tanah. Rak-rak buku berjajar dalam ruangan besar, seukuran empat kali lapangan bola. Disebutkan, perpustakaan ini mampu menampung 8 juta buku.
Perpustakaan Alexandria memiliki banyak koleksi berharga. Di antaranya 5.000 koleksi penting berupa manuskrip klasik tentang aneka pengetahuan dari abad 10 M-18 M. Juga ada catatan penting Napoleon berjudul Description de'lEgypte, yang menceritakan peristiwa Prancis menyerbu kota Alexandria.
Gedung ini diresmikan Presiden Mesir Husni Mubarak tahun 2002. Direktur Perpustakaan Alexandria Ismail Serageldin, pada peresmian perpustakaan bertekad akan mengembangkan perpustakaan ini sebagai pusat belajar untuk sains dan teknologi, ilmu humaniora, seni dan kebudayaan serta pembangunan.(Museum Arsitektur Norwegia/korantempo/Maya)

Ptolemy III Eurgetes
Membuat Buku Semanis Gula


Meskipun perpustakaan Alexandria di bangun pada masa Ptolemy I Soter, namun pada masa Ptolemy III Eurgetes lah perpustakaan ini berkembang pesat. Ia merupakan generasi ketiga Dinasti Ptolemaic yang memerintah Mesir. Ptolemy III Eurgetes merupakan putra Ptolemy II Philadelphus, naik tahta setelah ayahnya meninggal tahun 246 SM.
Di bawah pemerintahannya, koleksi perpustakaan Alexandria meningkat pesat. Seluruh pendatang baru Alexandria diwajibkan memberikan beberapa buah buku pada perpustakaan untuk diperbanyak. Ptolemy III Eurgetes juga memerintahkan untuk mencari perangkat yang bisa mendukung segenap aktivitas perpustakaan. Demi mendapat yang terbaik, ia bahkan memerintahkan untuk mencarinya ke seluruh wilayah Mediterania, dari Rhodes hingga Athena.
Untuk meningkatkan kualitas, perpustakaan ini juga menjalin hubungan dengan perpustakaan lainnya. Salah satu yang paling erat hubungannya adalah perpustakaan Pergamun di Yunani yang dibangun oleh raja Eumenes II. Ilmuwan kedua perpustakaan saling bertukar ilmu dan pemikiran.
Hmm, luar biasa ya. Bikin kita jadi iri aja. Pantas banyak ilmuwan masyhur lahir dari Perpustakaan Alexandria, sebut saja Archimedes, Euclidus atau Heron. Karena itu tak mengherankan kalau perpustakaan ini diibaratkan gula. Ia mampu menarik semut-semut pencari ilmu dari berbagai penjuru dunia untuk mendatangi Alexandria, belajar dan akhirnya menerangi dunia dengan ilmu yang didapat. Kapan ya,kita punya perpustakaan seperti ini? (wikipedia.org/Maya)